Kaniyasa Sraya
Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki Tristuti Suryosaputro, dengan sedikit pengembangan oleh Heri Purwanto.
DEWI KANIRARAS DILAMAR RAJA SEBERANG
Prabu Basupati di Kerajaan Wirata (Andongwilis) dihadap Patih Wakiswara, Raden Basumurti, Resi Brahmanaradya, Resi Brahmanaweda, dan Resi Brahmanakestu. Mereka sedang membicarakan hilangnya putra angkat Sang Prabu, yaitu Raden Kaniyasa (putra kandung Prabu Parikenan dan Dewi Brahmaneki yang tinggal di Wirata) yang pergi meninggalkan istana tanpa pamit.
Pada saat itulah datang seorang tamu yang mengaku bernama Patih Abisatya dari Kerajaan Duhyapura di Tanah Hindustan. Ia diutus rajanya yang bernama Prabu Durapati untuk menyampaikan pinangan kepada Dewi Kaniraras, keponakan Prabu Basupati. Apabila pinangan diterima, maka Kerajaan Wirata dan Duhyapura bisa menjadi sahabat. Tetapi apabila lamaran ditolak, maka kedua kerajaan bisa menjadi musuh.
Dewi Kaniraras memang telah menjadi janda sejak suaminya meninggal karena kecelakaan kerja, yaitu Empu Kanomayasa. Akan tetapi, Prabu Basupati sangat tersinggung mendengar ucapan Patih Abisatya yang bernada menantang itu. Ia pun menolak lamaran tersebut dan mempersilakan apabila pihak Kerajaan Duhyapura ingin memulai serangan. Patih Abisatya pun mohon pamit kembali ke perkemahan tempat rajanya menunggu.
Prabu Basupati segera memerintahkan Patih Wakiswara dan Raden Basumurti untuk mempersiapkan pasukan. Keduanya pun keluar istana, di mana Arya Suganda, Arya Darmaruci, Arya Panurta, Arya Suhatya, dan Arya Maradana telah menunggu perintah.
PRABU BASUPATI MENERIMA LAMARAN PRABU DURAPATI
Patih Abisatya telah sampai di perkemahan Kerajaan Duhyapura dan melaporkan kepada Prabu Durapati bahwa Prabu Basupati menolak lamarannya. Prabu Durapati memarahi Patih Abisatya karena salah bicara dan membuat Prabu Basupati tersinggung. Namun, semua sudah terlanjur. Prabu Durapati pun berangkat ke istana Wirata untuk meluruskan kesalahpahaman tersebut.
Akan tetapi, pihak Wirata yang dipimpin Patih Wakiswara dan Raden Basumurti sudah terlanjur bersiaga dan langsung menyerang rombongan Prabu Durapati itu. Terjadilah pertempuran di antara mereka. Prabu Durapati berhadapan melawan Raden Basumurti dan berhasil menangkapnya. Melihat putra sulungnya jatuh ke tangan musuh, Prabu Basupati pun terjun ke medan pertempuran untuk menolong.
Setelah bertarung cukup lama, Prabu Basupati akhirnya berhasil meringkus Prabu Durapati. Pada saat itulah muncul seorang anak perempuan yang menangis meminta supaya Prabu Durapati jangan disakiti. Ternyata anak perempuan itu adalah putri Prabu Durapati dari istri terdahulu, bernama Dewi Dalupi.
Prabu Basupati tersentuh hatinya melihat anak kecil tersebut dan ia pun melepaskan lawannya. Prabu Durapati sendiri meminta maaf dan menjelaskan bahwa Patih Abisatya tadi telah melakukan kesalahan bicara saat menyampaikan surat lamaran darinya. Ia juga mengatakan bahwa dirinya adalah putra mendiang Prabu Basukirata raja Duhyapura terdahulu, yang merupakan sahabat Prabu Basurata (ayah Prabu Basupati).
Prabu Basupati teringat cerita ayahnya yang pernah berkunjung ke Tanah Hindustan untuk membantu Prabu Dasarata raja Ayodya saat mengadakan upacara mengambil Jamur Dipa demi mendapatkan putra. Pada kesempatan itu, Prabu Basurata juga banyak berkenalan dengan para raja Tanah Hindustan, antara lain Prabu Basukirata dari Kerajaan Duhyapura tersebut.
Kini, tiada lagi kesalahpahaman antara kedua pihak. Prabu Basupati pun menerima lamaran Prabu Durapati yang ingin memperistri Dewi Kaniraras. Dewi Kaniraras sendiri bersedia namun ia ingin pernikahan keduanya ini dilaksanakan setelah adiknya (Raden Kaniyasa) ditemukan.
Mendengar permintaan tersebut, Prabu Basupati segera mengutus Arya Darmaruci untuk pergi mencari keberadaan Raden Kaniyasa.
RADEN KANIYASA DIBAWA KE KAHYANGAN
Setelah menempuh perjalanan beberapa hari, Arya Darmaruci akhirnya berhasil menemukan Raden Kaniyasa menyepi di Hutan Wimana. Ternyata sepupunya itu sedang bertapa untuk menambah ilmu dan kepandaian demi bisa menjadi seorang resi. Arya Darmaruci pun mengabarkan bahwa Raden Kaniyasa diminta untuk segera pulang karena kakak sulungnya, yaitu Dewi Kaniraras akan menikah dengan Prabu Durapati dari Kerajaan Duhyapura.
Pada saat itulah muncul Batara Narada yang turun dari angkasa mengabarkan bahwa saat ini Kahyangan Suralaya sedang dikepung musuh dari Kerajaan Pringgadani, bernama Prabu Kuramba yang ingin memperistri Batari Wilotama. Karena Batara Indra menolak lamaran itu, Prabu Kuramba pun mengamuk menggempur pertahanan para dewata. Batara Indra lalu meminta petunjuk Batara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka
Mengetahui dirinya mendapat kepercayaan, Raden Kaniyasa pun menyatakan bersedia. Ia meminta Arya Darmaruci supaya pulang lebih dulu. Namun, Arya Darmaruci tidak bersedia pulang kalau tidak bersama Raden Kaniyasa. Ia meminta supaya diizinkan mendampingi pergi ke Kahyangan Suralaya. Maka, Batara Narada lalu membawa mereka berdua naik ke Kahyangan Suralaya untuk dihadapkan kepada Batara Indra.
RADEN KANIYASA MENUMPAS PRABU KURAMBA
Prabu Kuramba adalah putra Ditya Singasari yang dulu pernah menculik Dewi Satapi dan akhirnya tewas di tangan Arya Sadaskara. Sepeninggal ayahnya, Ditya Kuramba berguru kepada seorang pendeta raksasa bernama Resi Saniwara. Setelah mendapatkan kesaktian, ia pun menaklukkan banyak raksasa untuk dijadikan anak buah, dan membuka Hutan Wanapringga tempat tinggal ayahnya menjadi sebuah kerajaan bernama Pringgadani.
Demikianlah, Prabu Kuramba semakin bertambah kekuasaannya dan ia pun mengutus Patih Saswamertyu untuk melamar Batari Wilotama di Kahyangan Suralaya. Karena Batara Indra menolak lamaran tersebut, Prabu Kuramba pun menyusul dan mengamuk menggempur pertahanan para dewa.
Pada saat itulah Raden Kaniyasa dan Arya Darmaruci muncul di hadapan para raksasa itu. Keduanya mengaku sebagai para jago untuk menumpas musuh kahyangan. Prabu Kuramba sangat marah mendengarnya, apalagi begitu mengetahui kalau Arya Darmaruci adalah anak Patih Sadaskara dan Dewi Satapi. Maka, ia pun menyerang pemuda itu untuk melampiaskan dendam kematian ayahnya. Arya Darmaruci terdesak kewalahan menghadapi serangan Prabu Kuramba tersebut. Melihat sepupunya dalam bahaya, Raden Kaniyasa segera menghadapi Prabu Kuramba, dengan berbekal Panah Sarotama pemberian Batara Indra.
Setelah bertempur sekian lama, Raden Kaniyasa akhirnya berhasil menewaskan Prabu Kuramba menggunakan panah pusaka tersebut. Melihat rajanya terbunuh, Patih Saswamertyu memilih kabur meninggalkan Kahyangan Suralaya untuk kembali ke Kerajaan Pringgadani.
RADEN KANIYASA MENDAPATKAN PAKAIAN KEBESARAN
Setelah memenangkan pertempuran, Batara Indra pun memberikan hadiah kepada Raden Kaniyasa berupa pakaian kebesaran, yaitu mahkota Gandawara, kopiah Indrakala, cincin Talipraba, gelang kaki Indrabraja, kutang Jajasulardi, praba Kuntibajra, baju Gandawari, sengkang Bama, gelang bahu Waliyasa, gelang lengan Bauwara, dan keroncong Karawili.
Setelah mendapatkan anugerah tersebut, Raden Kaniyasa disertai Arya Darmaruci mohon pamit meninggalkan Kahyangan Suralaya. Batara Narada pun mengantarkan mereka hingga mendarat di istana Kerajaan Wirata. Prabu Basupati sangat gembira mengetahui apa yang telah dialami Raden Kaniyasa. Setelah dirasa cukup, Batara Narada kemudian kembali ke kahyangan.
PERKAWINAN DEWI KANIRARAS DAN PRABU DURAPATI
Setelah Raden Kaniyasa ditemukan, maka diselenggarakan
Prabu Basupati sendiri terkesan melihat pakaian Raden Kaniyasa pemberian Batara Indra. Ia pun memerintahkan para seniman untuk membuat tiruan pakaian tersebut dalam jumlah banyak, untuk kemudian dibagi-bagikan kepada para pangeran, yaitu Raden Basumurti, Raden Basukesti, Raden Basunanda, Raden Manonbawa, dan Raden Paridarma, untuk dikenakan pada pesta perkawinan tersebut.
Beberapa hari kemudian, Prabu Durapati berniat memboyong Dewi Kaniraras untuk menetap di Kerajaan Duhyapura. Akan tetapi, Empu Dewayasa (kakak mendiang Empu Kanomayasa) meminta supaya Dewi Kaniraras meninggalkan kedua anaknya dari perkawinan terdahulu, yaitu Raden Prawa dan Dewi Prawita. Empu Dewayasa sangat menyayangi kedua keponakannya itu bagaikan anak sendiri, dan meminta supaya mereka tetap tinggal di Kerajaan Wirata.
Setelah dipertimbangkan
---------------
0 true: